www.narasiutama.id – Program Studi Ilmu Politik di Universitas Hasanuddin baru-baru ini mengadakan sebuah Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Masukan Akademisi untuk Revisi Regulasi Pemilu di Indonesia”. Acara ini berlangsung di FISIP Unhas, Makassar, pada hari Selasa lalu, menghadirkan berbagai perspektif dari akademisi, mahasiswa, serta pihak-pihak terkait dalam kebijakan pemilu.
Diskusi ini bertujuan untuk menjaring masukan terkait rencana revisi Undang-Undang Pemilu yang akan datang. Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang tukar pikiran, tetapi juga sebagai forum intelektual yang penting dalam membentuk regulasi yang lebih baik untuk mendukung proses demokrasi di Indonesia.
Beberapa tokoh akademis terkemuka hadir sebagai pemantik diskusi, termasuk Prof. Gustiana A. Kambo, Prof. Armin Arsyad, dan Dr. Andi Ali Armunanto. Ketiga narasumber tersebut membahas isu-isu krusial yang berkaitan dengan peningkatan kualitas calon legislatif dan eksekutif dalam pemilihan umum mendatang.
Pentingnya Peningkatan Kualitas Calon Pemimpin di Indonesia
Salah satu isu yang muncul adalah perlunya peningkatan standar bagi calon legislatif dan eksekutif. Prof. Armin Arsyad menekankan pendidikan sebagai syarat utama pencalonan, dengan syarat S3 untuk calon presiden dan DPR, S2 untuk gubernur dan DPRD provinsi, serta S1 untuk bupati/wali kota dan DPRD kabupaten/kota.
Ia juga menyoroti bahwa calon pemimpin harus bersih dari kasus korupsi dan memiliki pemahaman mendalam tentang ilmu sosial dan politik. “Calon yang berasal dari latar belakang non-sosial politik harus mengikuti pelatihan khusus untuk memahami aspek-aspek pemerintahan,” tegasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas calon merupakan langkah penting menuju pemilu yang lebih transparan dan akuntabel. Partai politik juga diharapkan untuk lebih terbuka dalam proses penentuan calon dengan melibatkan publik dalam konvensi.
Reformasi Rekrutmen Penyelenggara Pemilu yang Profesional
Selain itu, Prof. Gustiana A. Kambo memberikan perhatian khusus kepada proses rekrutmen penyelenggara pemilu. Menurutnya, anggota KPU dan Bawaslu harus dipilih secara profesional, tanpa adanya intervensi dari partai politik manapun.
“Seharusnya, anggota KPU memiliki latar belakang yang relevan di bidang politik agar dapat menjalankan tugas mereka dengan baik,” ujarnya. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan integritas penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tanggung jawab mereka.
Dengan reformasi yang tepat, pemilih bisa lebih percaya pada kualitas dan ketidakberpihakan penyelenggara pemilu. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pemilu berlangsung dengan transparansi dan adil.
Pengaturan Media Sosial dan Kecerdasan Buatan dalam Kampanye Pemilu
Di era digital saat ini, penggunaan media sosial dan kecerdasan buatan untuk kampanye merupakan hal yang tak terhindarkan. Dr. Andi Ali Armunanto mengomentari pentingnya mengatur penggunaan platform digital dalam konteks pemilu.
“Manipulasi teknologi dalam kampanye dapat merusak kualitas demokrasi jika tidak diatur dengan baik,” jelasnya. Oleh karena itu, regulasi yang jelas mengenai penggunaan media sosial dalam kampanye pemilu mendatang menjadi hal yang mendesak.
Pengawasan ketat terhadap kampanye digital diperlukan untuk mencegah penyebaran informasi yang menyesatkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa teknologi bisa menjadi ancaman tanpa pengendalian yang tepat.
Perlunya Regulasikan Pemisahan Jadwal Pemilu Nasional dan Lokal
Salah satu masukan penting datang dari Endang Sari, mantan Komisioner KPU Makassar. Ia mengingatkan bahwa pemisahan jadwal pemilu antara nasional dan lokal dapat menyebabkan ketimpangan dalam masa jabatan anggota legislatif.
Endang menyerukan agar adanya regulasi yang jelas mengenai kemungkinan perpanjangan masa jabatan untuk menghindari konflik kepentingan bagi para legislator. “Jika pemilu dipisahkan, mereka bisa menjabat lebih dari lima tahun dengan sangat mudah,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti perlunya memperjelas definisi kampanye dalam perundang-undangan yang masih ambigu. Definisi yang kabur dapat menimbulkan banyak penafsiran dan penyalahgunaan di lapangan.
Persiapan untuk Workshop Nasional tentang Pemilu yang Adil dan Representatif
Hasil dari diskusi ini akan dibacakan dalam sebuah Workshop Nasional yang akan diadakan pada 29 Juli 2025. Workshop yang bertajuk “Mewujudkan Pemilu yang Adil dan Representatif: Masukan Publik untuk Regulasi Pemilu di Indonesia” ini tentunya akan melibatkan banyak stakeholder.
Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia juga akan hadir dalam workshop tersebut, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjalankan masukan dari akademisi untuk memperbaiki regulasi pemilu. Acara ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang konstruktif dan aplikatif.
Melalui FGD dan workshop ini, diharapkan akan muncul ide-ide segar untuk mereformasi regulasi pemilu sehingga bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Pemilu yang adil dan transparan adalah kunci untuk mencapai demokrasi yang sehat.