www.narasiutama.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tipis di akhir sesi perdagangan Rabu (11/06), setelah sebelumnya menghadapi penurunan yang lebih dalam pada sesi pertama. IHSG berakhir dengan penurunan sebesar 8,29 poin atau 0,11%, mencapai level 7.222,46.
Di sesi pertama, IHSG sempat terjun hingga 0,43% atau kehilangan 30,86 poin, namun perlahan berhasil mengurangi penurunan menjelang akhir perdagangan. Meskipun ada tekanan, aktivitas di pasar tetap ramai, terlihat dari nilai transaksi yang mencapai Rp18,31 triliun dengan sebanyak 31,4 miliar saham yang berpindah tangan melalui 1,44 juta transaksi.
Pengaruh Saham BUMN Terhadap IHSG
Pada hari itu, tekanan paling besar terhadap IHSG datang dari dua saham emiten pelat merah. PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) memberikan kontribusi negatif dengan -12,55 poin, sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menyumbang penurunan sebesar -12,23 poin. Tekanan juga datang dari saham-saham yang dimiliki konglomerat besar yang turut membebani pergerakan indeks.
Beberapa saham yang turut berkontribusi negatif adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dengan -6,2 poin, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang menyumbang -5,7 poin, dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dengan penurunan sebesar -3,92 poin. Data ini menunjukkan bahwa pergerakan saham BUMN dan perusahaan besar lainnya sangat memengaruhi kinerja IHSG secara keseluruhan.
Sentimen Global dan Proyeksi Ekonomi
Penurunan IHSG tidak bisa dipisahkan dari memburuknya sentimen global. Bank Dunia baru-baru ini merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, memperkirakan pertumbuhan hanya akan mencapai 2,3% pada tahun 2025, yang menurun dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,7%. Dalam laporan Global Economic Prospects, Bank Dunia menyatakan bahwa ini adalah laju pertumbuhan terpenuh sejak tahun 2008, kecuali saat resesi global terburuk.
Menurut Indermit Gill, Wakil Presiden Senior dan Kepala Ekonom Bank Dunia, ketegangan yang terus berlanjut dalam perdagangan internasional merupakan penghambat utama. Sengketa perdagangan telah mengganggu kepastian kebijakan yang sebelumnya mendukung pengurangan kemiskinan ekstrem dan pertumbuhan ekonomi setelah Perang Dunia II. Selain itu, Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan untuk beberapa negara besar seperti Amerika Serikat dan Zona Euro, yang semakin memperburuk sentimen pasar.
Namun, ada secercah harapan jika negara-negara utama berhasil mencapai perjanjian dagang yang signifikan, pertumbuhan bisa sedikit meningkat. Misalnya, jika tarif global dapat dipangkas hingga setengah dari level yang ada pada akhir Mei 2025, pertumbuhan global diperkirakan dapat meningkat sekitar 0,2 poin persentase selama tahun 2025 dan 2026.