www.narasiutama.id – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sulawesi Selatan menjadi isu yang semakin mendesak. Kondisi ini tidak hanya mengakibatkan kerusakan vegetasi, tetapi juga dampak yang lebih luas terhadap ekosistem dan keseimbangan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memperingatkan bahwa Karhutla berkontribusi pada peningkatan emisi karbon, yang pada gilirannya memperburuk perubahan iklim global. Kebakaran lahan menjadi masalah kompleks yang berdampak pada kualitas tanah, keberagaman hayati, dan kesehatan ekosistem secara keseluruhan.
Fahrizal, Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Hubungan Antar Lembaga, menggarisbawahi bahwa meskipun kebakaran ini sering terjadi di luar kawasan hutan, kontribusinya terhadap krisis iklim harus diperhitungkan. Proses pembakaran biomassa seperti jerami dan sisa tanaman menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan.
“Kebakaran ini menyebabkan peningkatan emisi karbon ke atmosfer. Dampak keseluruhan yang dihasilkan akan berkontribusi terhadap perubahan iklim yang lebih kompleks,” ungkapnya. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap cara pengelolaan lahan yang berkelanjutan.
Kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran tidak hanya terasa di tingkat makro, tetapi juga sangat merugikan ekosistem mikro. Kebakaran mengakibatkan matinya organisme penting dalam tanah, seperti cacing, yang memiliki peran krusial dalam menjaga kesuburan tanah.
Fahrizal menjelaskan bahwa hilangnya organisme tersebut akan sangat berdampak pada kelangsungan lahan pertanian. “Lahan pertanian yang terbakar akan kehilangan struktur alami dan menjadi lebih keras, yang membuat tanah sulit menyerap air,” tambahnya.
Dampak jangka panjang dari kerusakan ini adalah penurunan produktivitas lahan. Petani akan kesulitan untuk menghasilkan panen yang berkualitas akibat kerusakan struktur tanah dan hilangnya organisme pendukung pertumbuhan tanaman.
Meski Karhutla di Sulawesi Selatan banyak terjadi di lahan non-hutan, luasnya area yang terpengaruh tetap menjadi perhatian. Data KLHK menunjukkan bahwa hingga awal Juli 2025, lahan yang terbakar mencapai 474,91 hektar, di mana 93,56 persennya berada di Areal Penggunaan Lain (APL).
Mayoritas lahan yang terbakar berlaku untuk lahan pertanian dan perkebunan rakyat, yang sering kali dibersihkan melalui pembakaran. Aktivitas ini menjadi salah satu penyebab utama kerusakan tanah dan emisi.
Fahrizal juga menyoroti pentingnya edukasi dalam mencegah kebakaran yang disebabkan oleh pembakaran lahan. Dia menekankan perlunya informasi bagi masyarakat tentang cara-cara pengelolaan limbah pertanian yang lebih produktif tanpa pembakaran.
“Kami berharap masyarakat bisa memahami bahwa jerami tidak perlu dibakar. Ada banyak cara untuk memanfaatkannya, seperti sebagai pakan ternak atau diolah menjadi silase,” jelas Fahrizal.
Pentingnya Edukasi untuk Mengurangi Karhutla di Sulawesi Selatan
Pendidikan dan kesadaran masyarakat menjadi kunci utama dalam mencegah terjadinya kebakaran lahan. Saat masyarakat memahami dampak dari kebakaran, mereka lebih mungkin untuk menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan.
Melalui kampanye edukasi yang efektif, diharapkan masyarakat dapat mengganti metode tradisional pembakaran dengan cara-cara yang lebih ramah lingkungan dan produktif. Pendekatan ini akan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca serta menjaga kualitas tanah.
Inisiatif edukatif diharapkan dapat melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan akademisi. Oleh karena itu, kolaborasi antar lembaga sangat diperlukan untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya keberagaman hayati dan ekosistem tanah dapat mendorong petani untuk berinovasi dalam metode pertanian. Dengan demikian, mereka akan lebih sadar akan pentingnya menjaga organisme yang hidup di tanah mereka.
Selanjutnya, program pelatihan yang berkaitan dengan teknik pertanian berkelanjutan perlu diperkenalkan. Melalui pelatihan ini, petani akan diajari untuk memanfaatkan sumber daya yang ada tanpa merusak lingkungan, membuat mereka lebih mandiri dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
Kerja Sama untuk Menghadapi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan
Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan menjadi sangat penting dalam upaya mengatasi dampak Karhutla. Kerja sama ini tidak hanya terbatas pada sektor pemerintah, tetapi juga mencakup sektor swasta dan masyarakat sipil.
Hello, komunitas lokal sering menjadi garda depan dalam upaya pencegahan kebakaran. Dengan dukungan dari pemerintah dan lembaga terkait, mereka dapat menerapkan metode pemantauan dan penanggulangan yang lebih efektif.
Partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sangat diperlukan. Melalui program-program komunitas, masyarakat dapat diajari tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lahan pertanian serta hutan di sekitar mereka.
Pendekatan berbasis komunitas dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem sekaligus mendorong keterlibatan aktif. Melalui saluran ini, diharapkan akan ada dukungan moral dan finansial untuk mendanai inisiatif lingkungan.
Investasi dalam teknologi modern untuk pemantauan lahan juga merupakan langkah penting. Dengan menggunakan teknologi seperti drone atau sistem informasi geografis, pengelolaan lahan dapat dilakukan dengan lebih efisien dan berbasis data.
Menjaga Kualitas Tanah dan Mencegah Kerusakan Lingkungan
Penting untuk menjaga kualitas tanah sebagai bagian dari upaya pencegahan Karhutla. Tanah yang sehat dan subur sangat penting bagi keberlanjutan pertanian serta ketahanan pangan daerah.
Praktik pertanian yang baik harus dilaksanakan untuk memastikan tanah selalu dalam kondisi optimal. Ini bisa dilakukan dengan rotasi tanaman, penggunaan kompos, dan pengurangan penggunaan pupuk kimia berlebihan.
Terlebih lagi, pemanfaatan teknologi pertanian yang ramah lingkungan dapat membantu dalam menjaga struktur tanah dan mencegah kerusakan. Teknologi ini membuat para petani dapat menjaga produktivitas tanpa harus melakukan pembakaran lahan.
Melalui pendekatan ini, tidak hanya kerugian akibat kebakaran yang bisa dihindari, tetapi juga kualitas hasil pertanian dapat ditingkatkan. Masyarakat lokal pun akan merasakan manfaat positif dari praktik pertanian yang berkelanjutan.
Secara keseluruhan, perubahan perilaku dan pendekatan dalam mengelola lahan sangat diperlukan agar kita dapat merasakan lingkungan yang lebih baik dan berkelanjutan. Edukasi, kolaborasi, dan inovasi adalah kunci untuk mencapai tujuan tersebut.