www.narasiutama.id – Sejumlah pimpinan Fakultas Kedokteran serta guru besar dan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis di Makassar baru-baru ini telah melaksanakan aksi keprihatinan dan mosi tidak percaya terhadap Menteri Kesehatan. Aksi tersebut dilaksanakan di Aula PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, menandakan kekhawatiran yang mendalam terhadap kebijakan dan tata kelola kesehatan nasional.
Aksi ini bukan hanya melibatkan fakultas kedokteran dari Universitas Hasanuddin, tetapi juga dihadiri oleh perwakilan dari beberapa fakultas kedokteran lain, seperti UIN Alauddin, Universitas Muslim Indonesia, Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Universitas Negeri Makassar. Hal ini menunjukkan bahwa keprihatinan atas kebijakan kesehatan tersebut adalah suara kolektif dari banyak akademisi di bidang kedokteran.
Keprihatinan Akademisi Terhadap Kebijakan Kesehatan
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Prof Muhammad Akbar, menjelaskan bahwa seruan ini merupakan puncak dari keprihatinan yang telah disampaikan sebelumnya. Pada 20 Mei 2025 lalu, mereka sudah memberikan sinyal peringatan kepada pemerintah, dan mendapatkan apresiasi dari pihak kepresidenan. Pernyataan ini menegaskan bahwa mereka bukan hanya menyuarakan kepentingan akademis, tetapi juga mengemban tanggung jawab sosial sebagai bagian dari masyarakat.
Prof Akbar menekankan bahwa posisi mereka bukan untuk menunjukkan status, melainkan untuk mewakili suara rakyat yang mendambakan tata kelola kesehatan yang lebih baik. Mereka merasakan bahwa kebijakan saat ini tidak inklusif dan justru cenderung menutup dialog antara pemerintah dan berbagai pihak, termasuk akademisi dan organisasi profesi.
Strategi untuk Meningkatkan Koordinasi dalam Pengelolaan Kesehatan
Aksi yang dilakukan para guru besar ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap aksi 372 akademisi fakultas kedokteran se-Indonesia, yang secara kolektif menyampaikan seruan untuk memperhatikan kebijakan kesehatan nasional. Dalam pandangan mereka, pendekatan yang bersifat eksklusif dan konfrontatif hanya akan menambah jarak antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, mereka mendorong agar reformasi kesehatan dilakukan dengan berbasis pada dialog yang produktif dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.
Penekanan pada prinsip profesionalisme dan kedaulatan keilmuan menjadi hal penting yang disampaikan oleh para akademisi. Mereka tidak menolak perubahan, namun mendukung perubahan yang dilakukan dengan data yang akurat, transparansi, dan rasa hormat terhadap keberagaman pendapat. Masyarakat membutuhkan pemimpin yang dapat menjembatani, bukan menciptakan dikotomi.
Dengan demikian, pernyataan para pimpinan Fakultas Kedokteran ini diharapkan dapat menjadi perhatian bagi pemerintah untuk mengevaluasi kembali pendekatan dalam pengelolaan kesehatan nasional. Dalam mencapai tujuan kesehatan yang lebih menyeluruh, dialog dan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sangatlah diperlukan.