www.narasiutama.id – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Agus Salim, baru-baru ini melaksanakan ekspose terkait kasus penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif. Kasus ini melibatkan dua Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam tindak pidana penganiayaan yang terjadi di Puskesmas Bone Pute, Luwu Timur.
Dalam ekspose yang dilakukan, Agus Salim didampingi oleh Wakajati Sulsel, Robert M Tacoy serta jajaran pejabat lainnya. Kejadian ini menarik perhatian banyak pihak karena melibatkan dua pegawai negeri yang seharusnya menjadi teladan dalam masyarakat.
Pemeriksaan kasus ini dilaksanakan secara virtual dengan melibatkan Cabang Kejaksaan Negeri Wotu dan Kejaksaan Negeri Luwu Timur. Hal ini menunjukkan komitmen Kejaksaan dalam menerapkan prinsip transparansi di proses hukum yang berlangsung.
Pemahaman tentang Keadilan Restoratif dalam Kasus Ini
Keadilan restoratif adalah pendekatan yang mengutamakan pemulihan hubungan antara korban dan pelaku. Dalam kasus ini, pendekatan tersebut diambil dengan tujuan untuk menyelesaikan konflik tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang dan melelahkan.
Kasus ini berawal dari cekcok antara tersangka MM dan korban RI di ruang Puskesmas. Dalam situasi emosional, tersangka melakukan penganiayaan yang menyebabkan korban mengalami luka. Dalam konteks ini, implementasi keadilan restoratif menjadi pilihan yang efektif.
Pertimbangan untuk menerapkan keadilan restoratif dalam kasus ini didasarkan pada status tersangka yang bukan residivis dan luka korban yang sudah pulih. Hal ini menciptakan ruang bagi penyelesaian yang damai antara kedua pihak, tanpa perlu melibatkan masyarakat secara lebih luas.
Langkah-Langkah dalam Proses Keadilan Restoratif
Proses keadilan restoratif dimulai dengan pengajuan oleh Cabjari Wotu untuk menghentikan penuntutan. Dalam hal ini, kesepakatan damai telah tercapai antara pihak tersangka dan korban, yang menjadi kunci utama dalam proses ini.
Sebagai bagian dari langkah penyelesaian, Kepala Puskesmas Bone Pute juga telah mengambil tindakan untuk memindahkan tersangka ke fasilitas kesehatan lainnya. Tindakan ini dicapai berdasarkan permintaan dari korban dan keluarganya, menjunjung tinggi asas keadilan.
Pertimbangan lebih lanjut adalah kondisi keluarga tersangka. MM sebagai kepala keluarga memiliki dua anak yang terpengaruh oleh situasi hukum yang dialami oleh ayahnya. Dengan pertimbangan ini, keadilan tidak hanya dilihat dari perspektif hukum, tetapi juga dari sisi sosial.
Pentingnya Keadilan Restoratif bagi Masyarakat
Keadilan restoratif memberikan dampak positif tidak hanya bagi individu yang terlibat tetapi juga bagi masyarakat luas. Melalui pendekatan ini, permasalahan yang ada bisa diselesaikan secara lebih manusiawi dan mengedepankan dialog.
Agus Salim menekankan pentingnya kesepakatan damai dalam penyelesaian konflik seperti ini. Pendekatan yang berbasis pada dialog dan rekonsiliasi diharapkan dapat mengurangi stigmatisasi terhadap pelaku yang biasanya dihadapi setelah proses hukum.
Selain itu, penyelesaian dengan keadilan restoratif mengurangi beban pada sistem peradilan, sehingga memungkinkan penegakan hukum yang lebih efisien. Ini adalah langkah strategis untuk membangun kepercayaan antara masyarakat dan institusi hukum.