www.narasiutama.id – Pada Selasa, pasar keuangan menunjukkan perkembangan positif bagi nilai tukar rupiah, yang mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat. Penutupan perdagangan mencatat bahwa rupiah berada di level Rp16.185 per dolar AS, mengalami apresiasi sebesar 0,28% dibanding penutupan hari sebelumnya.
Kenaikan nilai tukar rupiah tersebut menghapus pelemahan yang terjadi pada hari Senin, di mana rupiah tercatat mengalami koreksi merugikan hingga 0,19% dengan posisi Rp16.230. Hal ini menunjukkan daya tahan rupiah di tengah volatilitas pasar global.
Berbagai faktor berkontribusi terhadap penguatan ini, salah satunya adalah melemahnya indeks dolar AS (DXY) yang turun 0,18% ke level 96,69. Penurunan dolar AS tersebut muncul akibat ketidakstabilan politik di negeri Paman Sam, terutama berkaitan dengan proses pengesahan rencana fiskal oleh Senat.
Situasi tersebut semakin diperparah dengan adanya kritik yang dilontarkan oleh Presiden Donald Trump terhadap Federal Reserve dan Gubernur Jerome Powell, yang berpotensi memengaruhi persepsi investor mengenai independensi bank sentral Amerika. Oleh karena itu, langkah-langkah kebijakan ekonomi menjadi fokus perhatian pasar internasional.
Dari Dalam Negeri: Surplus Dagang dan Stabilitas Makro
Dari sektor domestik, berita baik datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar 4,30 miliar USD pada Mei 2025. Catatan ini menjadi surplus bulanan yang ke-61 berturut-turut dan menunjukkan tren positif dalam perdagangan luar negeri.
Surplus perdagangan ini berkontribusi pada penguatan nilai tukar rupiah, menandakan bahwa ekspor meningkat signifikan dibandingkan dengan impor. Angka surplus tersebut jauh melebihi ekspektasi pasar yang berada di angka 2,66 miliar USD dan mengalami lonjakan tajam dibandingkan surplus bulan lalu yang hanya tercatat 159 juta USD.
Walaupun demikian, di sektor manufaktur, Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia untuk bulan Juni masih menunjukkan tanda-tanda kontraksi pada angka 46,9. Ini menjadi sinyal penting, karena sudah tiga bulan berturut-turut aktivitas manufaktur mengalami penurunan.
Investor Pantau Inflasi dan Arah Kebijakan BI
Dari sisi inflasi, data untuk bulan Juni menunjukkan kenaikan yang sedikit lebih tinggi dari ekspektasi, namun laju inflasi inti justru melambat menjadi 2,37%. Berbeda dengan bulan sebelumnya yang berada di angka 2,40%, hal ini menunjukkan bahwa permintaan domestik masih lemah.
Perlambatan tersebut menjadi bahan pertimbangan penting bagi Bank Indonesia (BI) dalam menentukan kebijakan moneter ke depan. Keputusan yang diambil akan sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia dalam menghadapi tantangan di masa mendatang.
Di sisi lain, arus masuk investor ke pasar surat utang negara (SBN) juga mengalami peningkatan, didorong oleh ekspektasi bahwa suku bunga akan turun. Penurunan imbal hasil (yield) obligasi bertenor 2 tahun tercatat 3,2 basis poin menjadi 6,020%, sementara tenor 5 tahun juga turun 4,5 bps ke 6,264%.
Kebijakan Pemerintahan Baru Jadi Katalis Tambahan
Faktor-faktor eksternal, serta data ekonomi, berperan penting dalam dinamika pasar. Namun, arah kebijakan pemerintah baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto juga menjadi perhatian. Tiga kebijakan utama yang diumumkan adalah deregulasi impor, penyederhanaan perizinan investasi, dan penataan ulang BUMN.
Kebijakan-kebijakan ini diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan investor dalam jangka panjang dan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Dengan upaya deregulasi, diharapkan proses investasi menjadi lebih mudah dan cepat, merangsang pertumbuhan ekonomi nasional.
Melihat seluruh dinamika ini, menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan di sana-sini, terdapat pula peluang yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat perekonomian secara keseluruhan. Para pelaku pasar dan investor harus tetap waspada dan cermat dalam mengambil keputusan di tengah kondisi yang terus berubah.
Prospek jangka pendek dan jangka panjang perekonomian Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh stabilitas politik dan kebijakan ekonomi yang dijalankan. Oleh karena itu, perhatian harus tetap tertuju pada kebijakan yang diambil untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Penting bagi semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dengan demikian, diharapkan perekonomian Indonesia dapat maju dan berkembang lebih baik, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan yang ada.