www.narasiutama.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup pekan ini dengan catatan yang menggembirakan, menunjukkan indikasi kekuatan pasar yang semakin baik. Pada perdagangan yang berlangsung pada hari Jumat, IHSG ditutup menguat sebesar 0,48% dan mencapai level 7.039,86.
Selama sesi perdagangan, indeks sempat menembus batas psikologis di angka 7.055,8, dan bergerak dalam kisaran 7.026,49 hingga 7.055,8. Kenaikan yang dialami IHSG ini pun memperpanjang tren positif yang telah terlihat sejak awal pekan, berkat dukungan dari sentimen domestik yang kuat dan ekspektasi menguntungkan terhadap beberapa emiten baru.
Perdagangan minggu ini menunjukkan minat yang tinggi dari para investor, yang terlihat dari lonjakan saham-saham baru yang melantai di Bursa Efek Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya optimisme di kalangan investor terhadap prospek pasar keuangan di Indonesia.
Pertumbuhan Saham IPO Belum Terhenti, Meningkatkan Minat Investor
Data menunjukkan bahwa dari total saham yang diperdagangkan, sebanyak 339 saham mengalami penguatan, sementara 252 saham mengalami penurunan dan 376 saham stagnan. Lima emiten yang berhasil mencatatkan auto reject atas (ARA) mayoritas merupakan perusahaan yang baru melantai di bursa pekan ini.
Di antaranya, PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) mencatatkan kenaikan paling signifikan sebesar 34,1%, diikuti oleh PT Andalan Sakti Primaindo Tbk (ASPI) dan PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) yang masing-masing mengalami kenaikan 25%. Ini menunjukkan minat besar terhadap saham IPO yang baru masuk bursa.
Saham-saham yang mencetak ARA di hari ini juga termasuk PT Trimitra Trans Persada Tbk (BLOG) yang meningkat sebesar 25% serta PT Pancaran Samudera Transport Tbk (PSAT) yang naik 24,8%. Lonjakan ini menandakan antusiasme tinggi investor terhadap tawaran baru di pasar saham.
Dinamika Penjualan Saham, Menjadi Sorotan Investor
Di sisi lain, tekanan penjualan juga terlihat jelas dengan dua saham yang masuk ke zona auto reject bawah (ARB). PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN) mengalami penurunan sebesar 14,7%, sedangkan PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk (PMUI) turun 14,4%. MFIN bahkan sudah tiga hari berturut-turut mengalami penurunan signifikan ini.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun ada ketertarikan tinggi terhadap saham-saham baru, tidak semua emiten mampu mempertahankan performanya. PMUI, yang baru saja melaksanakan IPO, juga kembali mengalami ARB selepas mencatatkan debutnya di pasar.
Ada kecenderungan di kalangan investor untuk mengambil posisi yang lebih hati-hati ketika menghadapi fluktuasi harga. Hal ini mencerminkan ketidakpastian yang sering kali mengintai pasar saham, meskipun ada beberapa emiten yang menunjukkan performa baik.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah di Pasar Valuta Asing
Meskipun IHSG menunjukkan performa positif, nilai tukar rupiah di pasar valuta asing ditutup dengan penguatan tipis sebesar 0,06% menjadi Rp16.205 per dolar AS. Data ini diperoleh dari analisa terkini yang menunjukkan bahwa meskipun ada penguatan, rupiah masih menghadapi tantangan dari sentimen eksternal.
Di balik penguatan ini, ada tekanan dari penguatan indeks dolar AS (DXY) yang meningkat 0,10% ke angka 97,74. Hal ini memperlihatkan bahwa meski ada optimisme di pasar saham domestik, situasi di pasar global bisa berpengaruh terhadap kekuatan mata uang lokal.
Meskipun ada peningkatan hari ini, secara mingguan rupiah tercatat masih mengalami pelemahan sebesar 0,15%. Ini menunjukkan bahwa tren positif belum sepenuhnya bisa diandalkan, dan sentimen terhadap nilai tukar masih berfluktuasi.
Ketegangan Dagang Global yang Mengganggu Stabilitas Pasar
Salah satu faktor yang membayangi pasar adalah ketegangan dagang yang dipicu oleh kebijakan baru pemerintah AS. Presiden Donald Trump baru-baru ini mengumumkan tarif baru yang berlaku untuk 14 negara, termasuk Indonesia, yang nampaknya memicu kekhawatiran di kalangan investor.
Dalam surat resmi yang dikeluarkan, Trump menyatakan bahwa tarif sebesar 32% terhadap ekspor Indonesia ke AS akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Kebijakan ini secara signifikan memengaruhi hubungan dagang Indonesia dengan AS dan menambah keraguan investor mengenai stabilitas ekonomi di masa mendatang.
Kebijakan ini juga menghentikan hasil dari negosiasi 90 hari yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia, sehingga menciptakan ketidakpastian di kalangan pelaku pasar. Reaksi pasar terhadap kebijakan tersebut masih terlihat campur aduk, dengan beberapa investor memilih untuk menahan diri dalam mengambil keputusan investasi.